Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI) Lampung menggelar sosialisasi dan dialog wawasan kebangsaan di Graha Surya, Sekolah Global Surya, Bandar Lampung, Sabtu, 14/11/2015.
Acara dalam rangka HUT ke-37 FKPPI Lampung itu bertema ‘Mewaspadai Gerakan Radikalisme, Terorisme, dan Komunisme Gaya Baru, Demi Tetap Menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945’.
Dialog ini menghadirkan dua pembiacara, yakni anggota DPD RI, Andi Surya dan Komandan Kodim 0424/Tanggamus Letnan Kolonel (Inf) Kristomei Sianturi. Sedangkan moderator, Andrina Yustitia, Pengurus Daerah VII Wanita FKPPI Lampung. Adapun peserta terdiri dari berbagai elemen masyarakat, di antaranya pelajar, mahasiswa, ormas, LSM, dan lain-lain.
Anggota DPD RI Andi Surya menyampaikan sembilan ancaman masa depan Indonesia, khususnya di Lampung. Andi mengatakan, sembilan ancaman tersebut, yakni korupsi, pudarnya nilai budaya Pancasila, pemimpin lemah, globalisasi/liberalisasi, ekonomi kapitalis dan kesenjangan. Kemudian, radikalisme dan lemahnya toleransi beragama, lemahnya sistem hukum, situasi umum politik, kemiskinan dan pengangguran. “Semua itu ancaman yang harus dipahami dan mulai diantisipasi oleh masyarakat, khususnya generasi muda yang rentan terpengaruh,” kata dia.
Selain itu, Andi juga meminta masyarakat Lampung untuk mewaspadai ancaman yang dapat meruntuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ancaman tersebut, menurut senator asal Lampung itu, di antaranya tersebar melalui media sosial.
“Cyber crime hampir setiap tahun meningkat drastis, juga di bidang IT. Sedangkan di media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan lain-lain, bisa menjadi salah satu ancaman disamping sebagai perkembangan teknologi,” ujarnya
Komandan Kodim (Dandim) 0424/Tanggamus Letnan Kolonel (Inf) Kristomei Sianturi meminta media untuk menyaring informasi sebelum menyebarluaskan. Sebab, belakangan ini penyebaran paham radikal mulai masif sehingga masyarakat rentan terpengaruh.
“Peran media sangat penting untuk menyaring dan mengklarifikasi informasi yang diterima,” kata Kristomei. Dandim mengatakan, sekarang masyarakat cenderung menyimpulkan sesuatu yang dilihatnya tanpa mengklarifikasi. Misalnya, seseorang melihat pejabat sedang jalan bersama perempuan muda. Kemudian, disimpulkan bahwa itu wanita simpanan. Padahal, perempuan tersebut anak kandung sang pejabat.
Kristomei berpendapat, dengan kebiasaan masyarakat seperti itu, maka rentan terpengaruh dengan paham radikal gaya baru. Sebab, masyarakat akan mudah terprovokasi, terlebih masifnya perkembangan media massa yang turut berperan dalam penyebaran informasi yang kurang terkendali.
“Sekarang ini informasi akan menyebar secara cepat, baik itu fakta maupun yang belum diketahui kebenarannya. Untuk itu, masyarakat perlu berpikir jernih dan bijak. Namun, kritis melihat hal-hal yang aneh di lingkungannya,” ujar dia